09 Maret 2012

Jangan Hidup Di Bali

Habis gajian, bermaksud untuk refresing di toko buku. Alih-alih menemukan buku menarik dan menyenangkan, yang pertama saya angkat dari pajangannya dan saya baca malah buku yang isinya kurang lebih menyarankan agar jangan mati di Bali. Karena menurut pandangan penulisnya, mati di Bali akan menyusahkan keluarga dan orang-orang yang ditinggalkan, baik dari sisi upacara yang harus dilakukan maupun, terutama, dari sisi biaya upacara itu sendiri. sungguh buku yang aneh, mengingat yang menulis adalah orang Bali.
Menurut saya, bagi orang Bali yang biasa melakukan upacara, khususnya Yadnya, tidak akan terlalu menyusahkan melakukan upacara untuk orang meninggal (dalam hal ini Ngaben). Upacara Yadnya sudah biasa dilakukan orang Bali sejak dari baru lahir sampai mati. Dari bayi baru lahir sudah dilaksanakan upacara Jatakarma Samskara. Yang akan berlanjut dengan upacara Tutug kambuhan, Mesambutan, Otonan sampai dengan nantinya dia mati yang diakhiri dengan upacara Pitra Yadnya. Dan semua orang Bali dengan senang hati melakukan semua upacara tersebut. Dalam kaitannya dengan upacara kematian, masyarakat akan dengan senang hati membantu keluarga yang ditinggalkan dalam melaksanakan upacara tersebut, apalagi orang yang meninggal semasa hidup juga senang membantu orang. Kalau anda tidak suka bermasyarakat dan saling membantu, baru mungkin anda tidak akan di pedulikan oleh masyarakat.
Ada ungkapan yang mengatakan, semakin banyak orang yang berduka saat anda mati, berarti semakin banyak orang yang mendoakan anda agar mendapat tempat yang baik disana. Dan itu terjadi jika anda seperti yang saya katakan diatas, senang membantu dan bermasyarakat. 
Kalau anda tidak bisa menerima kondisi tersebut, jangan hidup di Bali

Tidak ada komentar:

Posting Komentar